FAKULTAS KEAMANAN NASIONAL UNIVERSITAS PERTAHANAN RI MELAKSANAKAN WORKSHOP RENCANA PEMBUKAAN PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM KEADAAN DARURAT

FAKULTAS KEAMANAN NASIONAL UNIVERSITAS PERTAHANAN RI MELAKSANAKAN WORKSHOP RENCANA PEMBUKAAN PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM KEADAAN DARURAT

By On Thursday, March 07 th, 2024 · no Comments · In

Sentul- Fakultas Keamanan Nasional Universitas Pertahanan RI melaksanakan Workshop rencana pembukaan  Program Studi Magister Hukum  Keadaan Darurat yang dibuka oleh Rektor Universitas Pertahanan RI, Letjen TNI Jonni Mahroza, Ph.D, sebagai Keynote Speaker pada hari Kamis, 7 Maret 2024. Narasumber Workshop pembukaan program magister program studi Hukum Keadaan Darurat yaitu Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H, Dr. H., Prof. Dr. Bintan R. Saragih, S.H dan Bambang Soesatyo, S.E., S.H., M.B.A yang dilaksanakan di Universitas Pertahanan RI Kawasan IPSC Sentul, Sukahati, Kec. Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16810.(7/3/2024)

Membuka agenda kuliah umum, Letjen TNI Jonni Mahroza, Ph.D, sebagai Keynote Speaker menjelaskan bahwa Indonesia telah mengalami keadaan darurat yang membahayakan keadaan negara. Contohnya: DI TII di Aceh dan Pemberontakan PKI di Madiun dll. Sebelumnya, Indonesia telah memiliki peraturan mengenai keadaan darurat yang tertera pada saat Indonesia merdeka, keadaan politik belum stabil, sehingga dibutuhkan pengaturan mengenai keadaan bahaya sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 12 UUD 1945. Di masa awal kemerdekaan, telah ada tiga undang-undang yang ditetapkan untuk mengatur keadaan bahaya ini, yaitu (i) UU No. 6 Tahun 1946 tentang Keadaan Bahaya, (ii) UU No. 23 Tahun 1946 tentang Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 9 Tahun 1946; dan (iii) UU No. 16 Tahun 1946 tentang Pernyataan Keadaan Bahaya di Seluruh Indonesia.

Keadaan darurat penting untuk dibahas lebih lanjut mengingat bahwa dalam keadaan bahaya, Presiden dapat menyatakan keadaan bahaya dengan syarat yang ditetapkan melalui Undang-Undang. Keadaan bahaya tidak memungkinkan bagi pemerintah untuk menjalankan pemerintahan sebagaimanana kondisi normal sehingga perlu upaya untuk mengembalikan keadaan bahaya ke dalam kondisi yang normal melalui pemberlakuan Hukum Keadaan Darurat. Oleh karenanya, pemerintah perlu mengatasi keadaan darurat dengan berupaya agar seluruh komponen dalam negara dapat tetap bekerja dan berjalan menyesuaikan dengan kondisi bahaya yang muncul. Seluruh prosedur seperti pembagian logistik, pengaturan anggaran dalam keadaan darurat (perang dan bencana) perlu disesuaikan kembali karena akan berbeda situasinya dengan pengaturan anggaran dan pembagian logistik seperti pada kondisi normal. Pemerintah Indonesia akan mengalami krisis pangan. Situasi ini akan membutuhkan pengaturan yang diikuti oleh seluruh unsur yang akan diatur menyesuaikan dengan kondisi krisis.

Hal ini menyebabkan pentingnya pengaturan mengenai hukum keadaan darurat agar memungkinkan pemerintah untuk dapat memastikan keadaan darurat dan mengatur jalannya penetapan keadaan darurat tersebut agar tidak terjadi abuse of power. Dalam memenuhi kondisi-kondisi tersebut, UNHAN RI sebagai lembaga pendidikan yang berfokus pada pertahanan negara bertujuan untuk membuka program studi Hukum Keadaan Darurat agar dapat menghasilkan sumber daya manusia yang mumpuni dalam bidang HKD di masa yang akan datang. Workshop ini diadakan untuk mendiskusikan lebih lanjut tentang rencana pembukaan program studi HKD di bawah Fakultas Keamanan Nasional agar prosesnya dapat berjalan dengan baik sesuai harapan.

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H selaku narasumber pertama sebagai narasumber workshop kali ini memberikan informasi mengenai Hukum Keadaan Darurat atau dalam bahasa konstitusinya adalah keadaan bahaya masih belum mendapatkan perhatian sepenuhnya walaupun Indonesia termasuk negara yang rentan terhadap kemungkinan bencana alam dan kemungkinan peperangan sipil. Seluruh tatanan ekonomi, sosial, politik berubah ketika Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Di masa kini muncul perkiraan bahwa Perang Dunia dapat terjadi kembali dalam skala yang lebih besar karena meningkatkan ilmu teknologi. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka ancaman yang dapat dihadapi oleh Indonesia sebagai sebuah negara pun semakin meningkat dan penting untuk diwaspadai dan diantisipasi. Hukum yang normal harus diberlakukan dalam keadaan yang normal dan hukum yang tidak normal harus diberlakukan pada saat kondisi yang tidak normal. Tidak boleh sebaliknya untuk menjamin stabilitas sebuah negara.

Beberapa kondisi bahaya di Indonesia sebelumnya seperti Tsunami yang terjadi di Aceh pada tahun 2006 tidak diberlakukan Hukum Keadaan Darurat, walaupun kondisi tsunami tersebut pantas diberlakukan Hukum Keadaan Darurat. Pasal-pasal yang membahas mengenai penanggulangan bencana tidak berkaitan dengan Pasal 12 UUD NRI 1945 yang membahas tentang keadaan darurat. Pada tahun 1999 terdapat UU yang telah diketuk palu bernama UU PKB (Keadaan Bahaya) namun mendapatkan reaksi negatif berupa demonstrasi besar-besaran sehingga Presiden Indonesia pada saat itu yakni BJ Habibie tidak jadi mensahkan UU PKB. UU ini ditolak masyarakat karena trauma dan prasangka bahwa kondisi bahaya selalu berkaitan dengan operasi militer. Padahal, cakupan dari Hukum Keadaan Darurat tidak hanya meliputi peperangan sipil yang berkaitan dengan operasi militer namun juga berkaitan dengan penanggulangan bencana. Disamping itu, Narasumber setuju dengan pembentukan program studi Hukum Keadaan Darurat agar dapat menyadarkan seluruh penyelenggara negara bahwa ada Hukum Tata Negara yang dapat diberlakukan pada saat keadaan darurat. Sebelumnya belum ada Universitas di Indonesia yang membentuk program studi HKD, di Universitas kebanyakan hanya diberlakukan sebagai mata kuliah dalam Fakultas Hukum.

Pemaparan dilanjutkan oleh narasumber kedua Prof. Dr. Bintan R. Saragih, S.H selaku narasumber ke dua menyampaikan bahwa pembentukan Prodi Magister Hukum Keadaan Darurat berbeda dengan magister hukum. Sebab apabila Hukum Keadaan Darurat menjadi prodi hanya sedikit rumpunnya. Berbeda dengan prodi Hukum yang rumpunnya lebih banyak seperti hukum tata negara, ilmu hukum, dan lain-lain. Disamping itu, ada fakultas yang mengelola beberapa prodi seperti fakultas ilmu sosial dan ilmu politik tapi rumpunya banyak seperti ilmu krimonologi, ilmu komunikasi, dan lain-lain. Lebih baik pemembuatan nama prodi mejadi “Prodi magister Hukum Keadaan Darurat” daripada “Program Studi Hukum Keadaan Darurat”. Karena banyak digunakan dalam Undang-Undang Dasar dan pada Undang-Undang/Perpu sebelumnya. Untuk mata kuliah yang cocok untuk prodi Hukum Keadaan Darurat adalah keadaan darurat; keadaan bahaya; keamaan dan ketertiban perang; bahaya perang dan negara dalam keadaan bahaya; pemberontakan dan kerusuhan; dan becana alam.

 

Dr. H. Bambang Soesatyo, S.E., S.H., M.B.A selaku narasumber ke tiga menyampaikan apresiasi untuk pembentukan prodi hukum keadaan darurat, karena pada masa tenang sudah mempersiapkan untuk kondisi darurat. Agar mampu menyiapkan langkah –langkah: darurat sipil, militer, perang. Indonesia sendiri pernah melalukakan keadaan darurat misalnya Super semar, Transisi Reformasi dengan Bj. Habibie menjadi presiden dan Wiranto untuk keadaan darurat militer. Kondisi pemilu 2024 berjalan dengan baik, apabila tidak dilakukan dengan baik, maka ada kekosongan pemimpin karena pada 01 Oktober 2024 harus meletakkan jabatannya. Dulu ada TAP MPR sekarang pada reformasi tidak diperbolehkan untuk mengeluarkan baru. hanya TAP MPR yang ada. Negara – negara asing telah mengalami keadaaan darurat konstitusi dengan kekosongan kekuasaan, sehingga lahirnya konflik, social politik, dan perpecahan antar etnis. Narasumber juga menyampaikan apabila Presiden dan wakil Presiden telah selesai masa menjabat secara otomatis akan diikuti dengan berakhirnya masa jabatan kabinet, maka hanya Panglima TNI dan Kapolri yang tetap menjabat, sehingga sangat diperlukan hukum keadaan darurat yang mengatur konstiutusi

Diskusi berjalan interaktif dengan pertanyaan dan tanggapan dari peserta yang memperkaya diskusi dengan tambahan-tambahan poin yang mencerahkan seperti Hukum Keadaan Darurat perlunya dibentuk secara spesifik dan tidak mengandung terlalu banyak aturan agar dalam implementasinya seperti proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cepat dan tepat. Penentuan nama program studi dari Hukum Keadaan Darurat menjadi Hukum Keamanan Hukum Keadaan Darurat perlu menambahkan scope pembahasan seperti keadaan darurat konstitusi. Prodi hukum kedaruratan perlu mengindentifikasi materi ajar atau mata kuliah, kompetensi yang diperlukan, SDM (tenaga pengajar) yang mumpuni, peserta atau mahasiswa dengan grade dan kualifikasi tertentu.  Selain itu, pertimbangan nama Prodi Magister Hukum Keadaan Bahaya dengan pertimbangan telah digunakan dalam Undang Undang. Dan Peraturan saat ini, prodi Magister berjumlah Peraturan Baru untuk Magister meskipun belum dilakukan sejumlah 52 – 56 SKS

 

Mayjen TNI Dr. Ir. Pujo Widodo, S.E., S.H., S.T., M.A., M.Si., M.D.S., M.Si (Han) Selaku moderator menutup sesi diskusi dengan menyimpulkan bahwa apabila tidak ada aturan yang emergency atau Hukum Keadaan Darurat, akan timbul dilematika pada masyarakat, untuk itu Unhan RI mempunyai tujuan untuk membentuk program studi Hukum Keadaan Darurat sehingga diharapkan hukum di negara dapat mengantisipasi kemungkinan ancaman yang muncul. Di samping itu, diharapkan program studi Hukum Keadaan Darurat dapat berjalan dengan mempertimbangkan hukum-hukum yang ada di Indonesia.

Workshop diakhiri dengan pemberian plakat, souvenir, dan sertifikat, yang diberikan oleh Rektor Unhan RI kepada narasumber dan moderator.

 

We usually reply with 24 hours except for weekends. All emails are kept confidential and we do not spam in any ways.

Thank you for contacting us :)

Enter a Name

Enter a valid Email

Message cannot be empty