Jakarta, 12 November 2025 – Program Studi Ketahanan Pangan, Fakultas Keamanan Nasional, Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI), kembali menggelar Kuliah Pakar 2.0 dengan tema “Food Estate sebagai Strategi Nasional dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Berkelanjutan.” Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Prof. Dr. Edi Santosa, SP., M.Si., Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Ibu Seta Rukmalasari Agustina, S.P., M.M.A., M.Sc., Kepala Biro Perencanaan Kementerian Pertanian RI. Acara dipandu oleh Ir. Farid Bayu Murti dan diikuti oleh dosen, mahasiswa, serta praktisi pangan dari berbagai instansi secara daring melalui Zoom Meeting.

Ketahanan Pangan sebagai Pilar Kedaulatan Nasional
Dalam sambutannya, Kolonel Arm Dr. Ferdinand H. Siagian, S.T., M.Han., selaku Kepala Program Studi Ketahanan Pangan, menegaskan bahwa ketahanan pangan bukan sekadar isu pertanian belaka, tetapi merupakan dimensi strategis dari pertahanan negara dan kedaulatan bangsa.
“Ketahanan pangan yang kuat mencerminkan kemandirian bangsa dan menjadi fondasi bagi masyarakat yang tangguh,” ujarnya.
Beliau menambahkan bahwa Food Estate sebagai Program Strategis Nasional yang bertujuan memperkuat pondasi ketahanan pangan, menjamin pasokan, serta mengurangi ketergantungan terhadap impor melalui pendekatan agribisnis terintegrasi dan penerapan teknologi pertanian modern dari hulu hingga hilir. Lebih jauh, ia menegaskan perlunya sinergi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat untuk mengevaluasi peran strategis Food Estate dalam konteks pembangunan pertanian berkelanjutan.
“Universitas Pertahanan RI hadir untuk memastikan bahwa pembangunan ketahanan pangan tidak hanya menjadi program ekonomi, tetapi juga bagian dari strategi besar pertahanan nasional. Kami percaya, pangan adalah komponen utama daya gentar sebuah bangsa, siapa yang berdaulat atas pangan, dialah yang berdaulat atas masa depan,” tegasnya.

Tantangan Ketahanan Pangan Nasional Menuju 2045
Pada sesi pertama, Prof. Dr. Edi Santosa, SP., M.Si., memaparkan tantangan ketahanan pangan nasional menjelang Indonesia Emas 2045, di mana jumlah penduduk diproyeksikan mencapai 320 juta jiwa. Kebutuhan beras nasional diperkirakan mencapai 35,2 juta ton per tahun, sementara lahan pertanian terus tergerus oleh alih fungsi lahan. Untuk menjaga keseimbangan produksi, Indonesia memerlukan tambahan 1,84 juta hektare lahan baru.
Prof. Edi menekankan strategi ketahanan pangan harus ditempuh melalui kombinasi intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, dimana Intensifikasi dilakukan dengan meningkatkan produktivitas, indeks tanam, serta penerapan sistem pertanian terpadu, sementara Ekstensifikasi diarahkan pada pemanfaatan lahan rawa, lahan kering, dan area bekas tambang di 12 provinsi. Ia juga menegaskan bahwa keberhasilan Food Estate tidak dapat dilepaskan dari aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Prof. Edi memaparkan tiga kunci keberhasilan dalam pengembangan Food Estate:
1. Mekanisasi dan rekayasa lahan untuk meningkatkan efisiensi konversi lahan produktif.
2. Inovasi lintas sektor mencakup integrasi sosial, agronomi, dan ekonomi.
3. Model bisnis kawasan terpadu berbasis multi-komoditas seperti agrosilvopastoral dan agroforestry.
Selain itu, ia memperkenalkan inovasi pertanian modern hasil riset IPB University, seperti Plant Factory, CassMaTech, Smart Fertigation (FERADS & NUTRIGADS), dan Vertical Farming, yang mampu meningkatkan efisiensi air dan lahan serta menghasilkan panen berkelanjutan.

Arah Baru Ketahanan Pangan Nasional: Kawasan Sentra Produksi Pangan
Sesi kedua menghadirkan Ibu Seta Rukmalasari Agustina, S.P., M.M.A., M.Sc., yang memaparkan arah kebijakan strategis pemerintah melalui transformasi Food Estate menjadi Kawasan Sentra Produksi Pangan (KSPP) sesuai Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 2025.
Program ini merupakan langkah lanjutan dari strategi nasional untuk mewujudkan kemandirian pangan, energi, dan air nasional.
Beliau memaparkan capaian utama sektor pertanian:
1. Produksi beras nasional 2025 mencapai 34,7 juta ton dengan surplus 3,79 juta ton dan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) tertinggi dalam sejarah, yaitu 4,2 juta ton.
2. Nilai Tukar Petani (NTP) mencapai 124,36 dan kontribusi PDB pertanian naik menjadi 13,35%.
3. Ekspor pertanian meningkat 42,96% dibanding 2024.
Capaian ini mencerminkan transformasi pertanian nasional yang berhasil, bahkan memungkinkan Indonesia menyalurkan bantuan beras 10.000 ton untuk Palestina.
Beliau juga menegaskan bahwa keberhasilan KSPP berlandaskan pada lima pilar utama: kebijakan dan regulasi, produksi dan infrastruktur, penguatan SDM, tata kelola, serta pemanfaatan teknologi pertanian modern. Sinergi lintas kementerian antara Kementan, Bappenas, ATR/BPN, KLHK, PUPR, TNI, dan pemerintah daerah menjadi faktor penting dalam penyiapan lahan dan rencana induk pembangunan kawasan pangan.


Penutup: Sinergi dan Inovasi untuk Ketahanan Pangan 2045
Kuliah pakar diakhiri dengan pesan reflektif bahwa ketahanan pangan menuju Indonesia 2045 harus dibangun melalui sinergi antara intensifikasi, ekstensifikasi, dan inovasi teknologi pertanian. Generasi muda, terutama petani milenial, diharapkan menjadi agen transformasi pertanian modern yang adaptif terhadap teknologi.
Prof. Edi menutup dengan pesan inspiratif:
“Penting untuk menjaga senyum dan harapan, karena harapanlah yang menciptakan masa depan.”
Melalui kegiatan ini, Unhan RI menegaskan komitmennya untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat dalam membangun sistem pangan nasional yang berdaulat, berkelanjutan, dan adaptif terhadap tantangan global demi mewujudkan Ketahanan Pangan untuk mencapai visi besar Indonesia Emas 2045.
